Mitos
Menurut Ati Harmoni (1992:5) Pada awal prasejarah kemampuan manusia masih
terbatas, baik keterbatasan pada peralatan maupun keterbatasan pemikiran.
Keterbatasan peralatan menyebabkan pengamatan menjadi kurang seksama, dan cara
berpikir yang sederhana menyebabkan hasil pemecahan masalah memberikan
kesimpulan yang kurang tepat. Dengan demikian pengetahuan yang terkumpul belum
dapat memberikan kepuasan terhadap rasa ingin tahu manusia, dan masih jauh dari
kebenaran.
Untuk menjawab keingintahuan tentang alam, manusia menciptakan mitos. Mitos
merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umumnya menyangkut
tokoh kuno, seperti dewa atau manusia perkasa, yang ada kaitannya dengan apa
yang terdapat di alam.
Secara garis besar dapat dibedakan 3 macam mitos, yaitu mitos
sebenarnya, cerita rakyat, dan legenda. Dalam mitos sebenarnya manusia
berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan imajinasinya menerangkan gejala alam
yang ada, namun belum tepat karena kurangnya pengetahuan, sehingga orang
mengkaitkannya dengan seorang tokoh atau dewa. Mitos yang merupakan cerita
rakyat adalah usaha manusia mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut
kehidupan masyarakat, biasanya juga disampaikan dari mulut ke mulut sehingga
sulit diperiksa keberadaannya. Dalam mitos sebagai legenda,
dikemukakan tentang seorang tokoh yang dikaitkan dengan terjadinya suatu
daerah. Pada masa prasejarah tersebut, mitos dapat diterima dan dipercaya
kebenarannya karena:
1. Keterbatasan
pengetahuyan yang disebabkan karena keterbatasan pengindraan, baik langsung
maupun dengan alat.
2. Keterbatasan penalaran
manusia pada saat itu.
3. Hasrat ingin tahunya
terpenuhi.
Karena kemampuan berfikir manusia makin maju dan disertai pula dengan perlengkapan
pengamatan yang makin baik, mitos dengan berbagai legendanya mulai
ditinggalkan. Orang mulai menggunakan akal sehat serta rasionya untuk menjawab
berbagai pertanyaan tentang alam.
Penalaran dan Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Ati Harmoni (1992:5) Kegiatan untuk memperoleh atau menemukan
pengetahuan yang benar disebut berpikir,sedagkan proses berpikir
dalam menarik kesimpulan yang benar disebut penalaran.Pengetahuan
yang diperoleh tidak berdasarkan penalaran digolongkan pada pengetahuan yang
non ilmiah atau bukan ilmu pengetahuan.
Terdapat beberapa cara untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak
berdasarkan penalaran,yaitu:
1. Prasangka, pengambilan kesimpulan
berdasarkan perasaan
2. Intuisi, kegiatan berpikir yang
tidak analitis, tidak berdasarkan pola berpikir tertentu. Pandangan batiniah
yang serta merta tembus mengenai suatu peristiwa atau kebenaran, tanpa
penurutan pikiran.
3. Coba-ralat atau trial and
error, suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau
untung-untungan.
Syarat
ilmu pengetahuan
Menurut Ati Harmoni
(1992:6) Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan
yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu atau ilmiah,
adalah:
1. Obyektif, artinya pengetahuan
itu sesuai dengan objeknya, atau didukung metodik fakta empiris
2. Metodik, artinya pengetahuan
ilmiah itu diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan
terkontrol
3. Sistematik, artinya pengetahuan
ilmiah itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang
lain saling berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh.
4. Berlaku
umum/universal, artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati
oleh seseorang atau beberapa orang saja, tetapi semua orang dengan cara
eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.
Sumber:
Harmoni. A. 1992. Ilmu Alamiah Dasar
(IAD). Jakarta. Gunadarma.
Komentar
Posting Komentar